™ Anak-Anak di Pedesaan Rentan Menikah pada Usia Dini

Jannet Juli 03, 2017
Anak-Anak di Pedesaan Rentan Menikah pada Usia Dini
Ilustrasi pernikahan anak di India saat karnaval Desert Festival di Jaisalmer, India - 1 Februari 2015. FOTO/iStock

hingga lembaga layanan perempuan di level kecamatan bersepakat untuk mengakhiri pernikahan anak.
aparat penegak hukum, puskesmas, desa, baik level sekolah, Berbagai institusi, telah ada kesepakatan bersama (MoU) antarmasyarakat dengan pemangku kebijakan untuk membuat jejaring integrasi di tingkat kecamatan. Gunungkidul, Any Sundari mencatat dalam penelitiannya bahwa di kecamatan Gedangsari,

sampai membutuhkan aturan tambahan untuk menekan pernikahan anak yang tinggi di daerah ini. Gunungkidul, Di beberapa daerah seperti desa Gedangsari, terutama di daerah pedesaan atau daerah terpencil. peraturan tersebut banyak dilanggar, Namun,

menegaskan seseorang baru dianggap dewasa setelah berumur 18 tahun. 
UU Nomor 23 Tahun 2002, dasar hukum mengenai perlindungan anak, Sementara itu, Dalam UU tersebut dijelaskan bahwa batas usia minimal perempuan untuk menikah adalah 16 tahun. Perkara pernikahan anak ini sebenarnya telah diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 1974.

lalu Vietnam sebanyak 50 kematian ibu setiap 100.000 kelahiran. Thailand 8-10, Jumlah itu kemudian disusul Malaysia 5, Angka ini masih termasuk tinggi jika dibandingkan dengan Singapura mencatat hanya 3 ibu meninggal per 100.000 ibu melahirkan. pada 2015 ada 126 ibu yang meninggal dalam 100.000 kelahiran bayi yang hidup. Berdasarkan data WHO,

Kondisi kandungan usia remaja dengan kondisi alat reproduksi yang belum siap secara normal dapat berpotensi mengancam nyawa ibu. pernikahan anak berkorelasi pada tingginya angka kematian ibu. Sementara itu,

serta akses yang buruk atas HKRS (Hak Kesehatan Reproduksi Seksual). naiknya fundamentalisme agama yang membuat tabunya diskusi seksualitas dan takut akan zina, akses yang buruk atas pendidikan, diketahui bahwa penyebab utama pernikahan anak di sana adalah kemiskinan, Sukabumi, Dari penelitian yang ia fokuskan di desa Cikidang,

anak perempuan yang kurang berpendidikan atau drop outdari sekolah umumnya lebih rentan menjadi pengantin anak daripada yang bersekolah. 
Ketiga, pengantin anak tersebut paling mungkin berasal dari keluarga miskin. Kedua, anak perempuan dari daerah pedesaan mengalami kerentanan dua kali lipat lebih banyak untuk menikah dibanding dari daerah perkotaan. Pertama, Kerentanan itu merupakan akibat dari beberapa faktor.

anak perempuan merupakan korban paling rentan dari pernikahan anak. dan Kemiskinan: Status Anak Perempuan dalam Pernikahan Anak di Sukabumi Jawa Barat,” menerangkan bahwa di Indonesia, Pendidikan Rendah, Dewi Candraningrum dalam “Takut akan Zina,

bahkan di umur 12 tahun. Hal ini juga yang menyebabkan sejumlah anak perempuan di daerah sana menikah dalam usia dini, ada kelaziman untuk menerima lamaran laki-laki yang pertama kali meminang. Di Madura, Aturan konvensional yang berlaku dalam tradisi sebuah daerah turut mendukung adanya pernikahan anak.

sampai akhirnya kasus ini berujung di meja kepolisian. Ia beralasan pernikahannya telah sesuai dengan ketentuan agama dan direstui oleh orangtua, yang pada tahun 2008 menikahi gadis berumur 12 tahun. salah satu pemimpin pondok pesantren di Semarang, Anda barangkali mengingat Syekh Puji, Kemiskinan yang diikuti minimnya pendidikan di daerah-daerah terpencil ditambah dengan tafsir agama juga ikut melegitimasi pernikahan anak yang dulu pernah terjadi.

serta kebijakan yang belum diatur secara jelas.
akses pendidikan yang minim, letak geografis yang sulit, Dalam penelitian yang diterbitkan dalam Jurnal Perempuan,ia menyebutkan pernikahan anak banyak terjadi karena dilatarbelakangi kondisi kemiskinan,

Anak-Anak di Pedesaan Rentan Menikah pada Usia Dini
Infografik Kemiskinan dan pernikahan anak

Desk Perempuan dan Politik Yayasan SATUNAMA turut mengkaji permasalahan gadis pantai dan pernikahan anak di daerah Gunungkidul. peneliti gender, Any Sundari,

“Para remaja tersebut sehari-harinya biasanya ikut membantu bertani di tanah orang yang di sana,” cerita Maisyarah.

beberapa di antaranya mengaku bahwa merasa terlalu santai jika tidak menikah. Bukan melulu karena tuntutan orang tua, Remaja-remaja yang memutuskan untuk tinggal di rumah-lah yang berpotensi besar menikah muda. Ada yang keluar kota untuk mencari pekerjaan dan sisanya tinggal di rumah. banyak yang tidak melanjutkan sekolah. menurut amatannya, Di desa itu,

beberapa anak laki-laki yang tamat SMP sudah menggendong anak di sana,” kata Maisyarah. “Ini bukan cuma anak perempuannya lho,

Gunungkidul. menceritakan ihwal perkawinan anak yang terjadi remaja-remaja daerah tempat ia menjalani Kuliah Kerja Nyata (KKN) di daerah Tanjung Sari, mahasiswa Universitas Gadjah Mada, Maisyarah,

Tidak siapnya organ reproduksi dan mental anak perempuan dalam menjadi ibu berpengaruh besar pada jumlah angka kematian ibu (AKI). pernikahan anak di bawah umur rentan membahayakan perempuan. Padahal jika ditilik dari segi kesehatan, dan perkara gender turut melengkapi motivasi terjadinya pernikahan anak. beban ekonomi, struktur sosial, Aturan-aturan konvensional yang masih berlaku di masyarakat,

yang sampai saat ini masih banyak terjadi. Novel tersebut mengangkat tema pernikahan anak bagi perempuan Jawa, Gadis Pantai. Petikan itu ada dalam novel Pramoedya Ananta Toer,

dan rodi sudah tak ada lagi." apalagi kalau ia cantik, sebenarnya tak ada kesulitan hidup di dunia, Mas Nganten, "Bagi wanita muda,


Source: tirto.id

Artikel Terkait

Previous
Next Post »

EmoticonEmoticon

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.