“Gagasan pendirian khilafah ditolak oleh rakyat Indonesia.”
Sementara, Pancasila masih ideologi negara yang dijunjung tinggi warga. Seperti kesimpulan utama dari survei ini,
mencermati dan mendengarkan opini publik sangat penting.” yakni: “Dalam sebuah politik yang terbuka seperti di Indonesia sekarang, Peringatan ini sejalan dengan poin pertama kesimpulan laporan SMRC,
karena keterbukaan situasi politik yang Indonesia junjung dalam konstitusinya. Ia ingin mengingatkan bahwa gerakan-gerakan radikal yang dapat mengancam ideologi negara bisa jadi berbahaya, karena dalam paradigma mereka HAM sendiri adalah sesuatu yang enggak ada,” kata Hikam. Ya enggak mungkin, “Tapi apakah mereka akan mempertahankan HAM? namun di saat bersamaan berlindung di bawah HAM yang tertuang dalam konstitusi Indonesia. sebagai organisasi yang mempropagandakan ihwal anti-konstitusi, Hikam sendiri mencontohkan HTI,
tapi tujuannya justru ingin menghancurkan demokrasi.” Mereka memang tumbuh dalam lindungan demokrasi, “Dan dalam menanganinya kita jangan sampai salah. Tapi tumbuh semakin subur pasca reformasi,” kata Hikam pada Tirto. Kelompok-kelompok ini bahkan tak takut bersikap ektrem untuk menunjukkan intoleransi pada golongan lain. “Kelompok-kelompok takfiri (golongan yang sanggup mengkafirkan golongan lain) ini memang sudah aja sejak lama di Indonesia. menilai nasionalisme Indonesia sedang terancam dengan makin menjamurnya kelompok-kelompok radikal yang tak segan-segan menampilkan sikap anti-nasionalisme. yang juga dikenal sebagai pengamat gerakan radikalisme di Indonesia, Hikam, dosen Universitas Presiden yang juga pernah menjabat Menteri Negara Riset dan Teknologi dalam Kabinet Persatuan Nasional pimpinan Presiden Abdurahman Wahid. Penyebaran paham-paham anti-nasionalisme ini juga dipantau oleh Muhammad AS Hikam,
Sama seperti HTI. SMRC juga berkesimpulan bahwa mayoritas warga belum sadar tentang khilafah atau negara Islam adalah cita-cita ISIS. Dalam laporan yang sama,
atau setara sekiranya 8 juta orang. angka tersebut setara dengan 3,2 persen populasi nasional, Menurut SMRC, dukungan mendirikan khilafah melonjak sampai angka 11,2 persen. dari total responden yang mengetahui HTI, Sementara data lain yang tak bisa dikesampingkan adalah, ada 2,7 persen yang mendukung sistem khilafah berdiri di Indonesia. Temuan lainnya: dari total responden yang tahu ISIS,
ada 9,3 persen responden yang setuju mengganti NKRI dengan sistem khilafah. Di luar mayoritas masyarakat Indonesia yang menolak ISIS, ada fenomena yang juga perlu diperhatikan. dalam rangkaian survei yang sama, Namun,
sebanyak 78,4 persen menyetujui gagasan tersebut. Sementara dari 75,4 persen yang tahu niat pemerintah membubarkan HTI, Dan sebanyak 68,8 persen warga menolak perjuangan mereka. 56,7 persen mengetahui HTI memperjuangkan gagasan khilafah. Dari 28,2 persen warga yang tahu, HTI yang juga mempropagandakan perombakan dasar-dasar negara Indonesia juga dapat penolakan yang tinggi. Tidak berbeda dengan ISIS,
sebanyak 89,6 persen menyatakan tidak atau sangat tidak setuju dengan perjuangan mereka. Dari 66,4 persen yang tahu ISIS (negara Islam Irak dan Suriah), Sebanyak 92,9 persen menyatakan ISIS tidak boleh hidup di Indonesia.
Minggu (4/6) sore. Jakarta, saat jumpa pers di kawasan Cikini, 91,3 persen setuju apabila ISIS dilarang dan 90 persen melihatnya sebagai ancaman untuk Indonesia,” kata Saiful Mujani, Dari yang tidak setuju itu, “Sebanyak 9 dari 10 orang Indonesia tidak mendukung perjuangan ISIS.
Apakah Pancasila benar-benar terancam? Lalu bagaimana hasilnya?
yang secara terang-terangan mengkampanyekan cita-cita pendirian khilafah adalah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).” Kini, “Indonesia memiliki pengalaman sejarah gerakan Darul Islam (DI) atau Tentara Islam Indonesia (TII) dan Negara Islam Indonesia (NII) yang lebih belakangan. alias khilafah. Sejarah Indonesia juga mencatat pergerakan serupa—yakni gagasan mengganti dasar negara menjadi hukum syariat Islam,
“Ekspos media tentang bagaimana Irak dan Suriah yang hancur di bawah teror dan kekuatan ISIS begitu tinggi,” tulis SMRC dalam rilis di situsnya. ISIS yang mempropagandakan pergantian dasar dan bentuk negara dalam gerakannya memang patut dilihat sebagai ancaman. Kekhawatiran itu tak berlebihan.
sejak fenomena gerakan ISIS (Negara Islam Irak dan Suriah) merebak. menurut Mujani muncul dari kekhawatiran masyarakat pada ideologi Pancasila yang dipertanyakan daya tahannya, Pertanyaan-pertanyaan itu,
survei ini juga ingin mengetahui pendapat masyarakat Indonesia terkait kelangsungan NKRI dengan ideologinya Pancasila. Peneliti Utama SMRC, Menurut Saiful Mujani, Tujuannya untuk merespons pertanyaan yang muncul di masyarakat terkait isu-isu fundamental negara dan berbangsa. sebuah lembaga jajak pendapat menggelar survei. Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Ingin menjawab pertanyaan berbau serupa,
Apakah ideologi ini sedang terancam?
Apakah hanya agar masyarakatnya kembali ingat pada ideologi bangsa yang terang tertera di konstitusi negara? mengapa pemerintah sampai perlu menggelar hajatan besar ini? Tapi pertanyaannya,
Sementara tanda pagar #SayaPancasilaSayaIndonesia diunggah sampai 7 ribu lebih. Di Instagram saja tanda pagar #SayaPancasila terunggah hingga 214 ribu lebih. Saya Pancasila” di media sosial mereka. Ramai-ramai orang memajang foto mereka di sebelah grafis bertuliskan “Saya Indonesia, Hasilnya lumayan viral.
serta untuk menarik minat para generasi muda terhadap Pancasila.” adalah “untuk menguatkan dan memperkenalkan ulang dasar-dasar Pancasila, seperti ditulis sejumlah situs resmi kementerian, Tujuan diadakannya hajatan ini,
Saya Pancasila”. Ia dijadikan hajatan nasional dengan tema “Saya Indonesia, Pemerintah Indonesia menetapkan tanggal 29 Mei hingga 4 Juni sebagai Pekan Pancasila. Bersamaan dengan berlakunya aturan tersebut, tapi baru berlaku pada tahun ini. Keppres keluar tahun lalu, Presiden Jokowi menetapkan Hari Lahir Pancasila 1 Juni sebagai hari libur nasional. Melalui sebuah Keppres, Pekan Pancasila baru saja lewat.
Source: tirto.id
EmoticonEmoticon
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.